Ini adalah bukti kuat keterlibatan zionisme internasional, dalam kasus ini adalah Inggris, dengan praktik-praktik ilegal di negara-negara yang dipimpin diktator-diktator keji. Bukan di Syria, negara yang presidennya (ketika belum terjadi kerusuhan) bisa ditemui langsung oleh rakyatnya di jalanan, yang suka mentraktir anak-anak kecil dan membawanya jalan-jalan di mobil pribadinya, yang menggratiskan biaya pendidikan hingga kuliah dan menggratiskan biaya perawatan di rumah-rumah sakit. Melainkan di Bahrain, negara yang dipimpin orang-orang Arab badui yang membenci rakyatnya sendiri hanya karena bermazhab Shiah dan mereka adalah wahabi-salafi.
Penguasa Bahrain kini tengah berduka, karena orang kepercayaannya dalam hal menindas rakyat sendiri baru saja meninggal dunia. Orang itu adalah Ian Henderson, mantan perwira inteligen Inggris yang dijuluki "Tukang Jagal dari Bahrain" yang dari dekade 1970-an hingga 1990-an menjadi kepala dinas keamanan dan inteligen Bahrain (SIS). Ia meninggal di Bahrain hari Minggu (14/4).
Selain terkenal sebagai tukang jagal di Bahrain, Henderson juga dikenal sebagai tukang siksa atas para aktifis kelompok politik Mau Mau di Kenya. Meski telah meninggal di Bahrain (ia tidak bisa kembali ke negeri asalnya yang telah mengirimnya ke Bahrain, karena standar moral di Inggris telah lebih baik sehingga ia terancam hukuman penjara), namun teknik-teknik penyiksaan yang dikembangkannya tidak pernah mati.
Pada tahun 2011 regim Khalifa di Bahrain membebaskan 300 tahanan politik setelah menghadapi gelombang aksi demonstrasi rakyat menuntut reformasi politik setelah jenuh dengan pemerintahan represif yang dilakukan pemerintah selama 40 tahun lebih. Para tahanan politik yang dibebaskan itu meliputi akademisi, aktifis kemanusiaan, blogger hingga ulama. Mereka semua menuduh Inggris turut bertanggungjawab atas penindasan yang dilakukan penguasa Bahrain, terutama karena keberadaan Henderson.
"Pemerintah Inggris bertanggungjawab penuh atas penindasan yang terjadi di Bahrain. Apa yang kami dapati di sini adalah aparat negara yang kejam yang dibentuk dan diperintah oleh personil keamanan Inggris," kata Abduljalil al-Singace, seorang professor teknik mesin University of Bahrain yang turut dibebaskan.
Menurut para mantan tahanan metode interogasi yang mereka alami identik dengan metode yang dilakukan selama dinas keamanan dan inteligen Bahrain dipimpin oleh Ian Henderson. Hampir dari mereka semua menunjuk Henderson sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas kekejaman yang mereka alami hingga menjulukinya sebagai “torturer-in-chief”.
Di antara "metode" interogasi yang mereka alami adalah penyetruman pada alat kelamin, memasukkan botol ke dalam anus, atau menggantung tahanan dengan satu tangan dan satu kaki sambil dipukuli dengan selang karet.
Henderson yang mendapat penghargaan George Cross dari pemerintah Inggris karena keberhasilannya "menghabisi" gerakan Mau Mau di Kenya selama tahun 1950-an, selanjutnya dikirimkan ke Bahrain untuk membantu regim boneka mereka pada tahun 1968. Saat itu Bahrain adalah wilayah protektorat Inggris dengan penguasanya adalah keluarga Khalifa yang memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga kerajaan Arab Saudi. Mayoritas penduduk Bahrain adalah penganut Shiah namun prosentasenya semakin berkurang karena penguasa melakukan program rahasia mendatangkan ribuan orang-orang Sunni dari berbagai negara untuk menjadi pegawai dan aparat keamanan pemerintah.
Para mantan tanahan politik mengakui sejak Henderson diangkat sebagai kepala inteligen dan keamanan Bahrain pada tahun 1970-an (jabatan tersebut dipegangnya selama 30 tahun) terdapat peningkatan intensitas penyiksaan yang dialami mereka dengan berbagai inovasinya.
Pada tahun 1986, atau setelah puluhan ribu warga Bahrain mengalami penyiksaan yang dilakukan Henderson dan aparatnya, ia menerima penghargaan CBE Award dari pemerintah Inggris.
REF:
"British officer Henderson, known as the Butcher of Bahrain, dies"; almanar.com.lb; 15 April 2013
No comments:
Post a Comment