Sejak beberapa tahun lalu di dunia maya beredar luas rumor tentang adanya rencana operasi false flag, atau operasi inteligen berupa aksi kekerasan dan terorisme yang ditujukan untuk menjadi justifikasi suatu kebijakan politik. Rumor terbesar tentu saja adalah serangan false flag pada event Olimpiade London tahun lalu. Selanjutnya adalah event Super Bowl. Syukur rumor tersebut tidak terealisir, mungkin karena pemberitaan-pemberitaan tentang rencana tersebut membuat para "pengambil keputusan" memutuskan menundanya. Hingga kemudian terjadi serangan pada event lomba Marathon Boston baru-baru ini.
Maka ketika pertama kali mendengar berita tentang serangan ini, pikiran saya langsung tertuju pada rumor mengenai operasi false flag tersebut. Perlu saya sampaikan bahwa saat ini berbagai faktor, terutama perkembangan informasi berbasis internet, telah mendesak para elit kapitalis global untuk mencari alasan demi mengalihkan perhatian publik pada keberadaan mereka. Syukur-syukur jika alasan tersebut sekaligus bisa menyandera publik dunia sebagaimana masyarakat Eropa dan Amerika tersandera oleh isu anti-semitisme paska Perang Dunia II.
Dari intensitas serangan, insiden serangan bom di Boston mungkin hanya "pembuka" dari rangkaian insiden-insiden serupa yang akan memuncak pada satu insiden terbesar. Insiden-insiden tersebut akan memberi alasan elit global, dengan menggunakan tangan pemerintah negara-negara di dunia, untuk mengekang rakyat dan sekaligus mematikan pemikiran tentang adanya konspirasi global yang menguasai seluruh manusia.
Ada beberapa fakta yang bisa menjadi penguat analisis bahwa insiden bom di Boston adalah operasi false flag. Pertama adalah tidak adanya kelompok teroris yang mengaku sebagai pelaku. Padahal sudah menjadi hukum politik bahwa setiap aksi terorisme yang dilakukan oleh satu kelompok teroris pasti akan diikuti dengan klaim serangan tersebut oleh kelompok bersangkutan dengan tujuan mendapatkan pengakuan dan daya tawar politik. Yang kedua adalah fakta yang sama seperti operasi-operasi false flag pada Serangan WTC 2001, London Bombing, Madrid Bombing, penembakan Sandy Hook, dll., yaitu bahwa insiden ini terjadi bersamaan dengan adanya "latihan" anti-terorisme yang dilakukan aparat keamanan setempat. "Latihan" anti-terorisme memang menjadi alat yang ampuh untuk menyembunyikan rencana operasi false flag.
Pada hari yang sama dengan peristiwa serangan di Boston, Boston Globe menulis di akun resmi "Twitter"-nya: "There will be a controlled explosion opposite the library within one minute as part of bomb squad activities."
Lebih jauh situs berita online Local15TV.com menulis penuturan saksi mata yang mengatakan bahwa terlihat adanya beberapa anjing pelacak bom di sekitar kejadian sebelum terjadinya ledakan.
"Mereka terus-menerus menyerukan melalui pengeras suara tentang adanya pelatihan dan masyarakat dihimbau tidak usah khawatir. Nampak adanya satu ancaman, namun mereka berusaha menyembunyikannya," tutur saksi tersebut.
Bloomberg News pun tidak sabar untuk menyebut serangan tersebut sebagai serangan teroris. Meski Presiden Obama sendiri justru menghimbau masyarakat untuk tidak cepat mengambi kesimpulan sendiri sebelum adanya penyidikan yang cermat. Hal ini bertolak belakang dengan pemerintah yang dengan sangat cepat menuduh Al Qaida pada Serangan WTC tahun 2001.
Kita akan membuktikan apakah serangan tersebut adalah operasi false flag dengan mengetahui tertuduh yang disebutkan pemerintah Amerika. Jika yang dituduh sebagai pelaku serangan adalah para patriot Amerika seperti aktifis pembela hak-hak kulit putih, veteran, aktifis pembela hak kepemilikan senjata api, atau orang-orang ultra nasionalis serta Neo-Nazi, maka benarlah serangan bom Boston adalah operasi false flag yang dilakukan pemerintah sendiri.
REF:
"Boston marathon bombing happened on same day as 'controlled explosion' drill by Boston bomb squad"; Mike Adams; NaturalNews.com; 16 April 2013
No comments:
Post a Comment