Saturday 20 April 2013

AS BUJUK SYRIA PUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN IRAN


SIAPKAN INVASI DARAT DENGAN 20.000 PASUKAN



Jika saja Presiden Syria Bashar al Assad bersedia memutuskan hubungan dengan Iran, kerusuhan di Syria akan berhenti sejak dulu.

Demikian informasi yang disampaikan oleh utusan khusus pemerintah Syria untuk Iran Adnan Mansour dalam pertemuannya dengan pemimpin spiritual senior Iran Ayatollah Nasser Makarem Shirazi di kota Qom, Senin (15/4).

"Tentu saja, pada awal terjadinya konflik di Syria menteri pertahanan Amerika mengirimkan pesan kepada pemerintah Syria bahwa agar konflik dihentikan, Syria harus memutuskan hubungan dengan pemerintah Iran. Dan jika kami menuruti kemauan mereka, mereka akan memberikan semua yang kami minta," kata Mansour kepada media usai pertemuan tersebut.

Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan pakar politik Timur Tengah yang dipecat dari jabatannya sebagai penasihat politik AL Amerika karena menggagalkan rencana invasi Amerika atas Iran tahun 2007, Gwenyth Todd, kepada televisi Iran Press TV, bulan Februari lalu. Menurut Todd, Iran merupakan sasaran akhir dari politik invasif Amerika di kawasan Timur Tengah, karena dianggap sebagai musuh utama Israel. Menurutnya invasi Amerika terhadap Irak tahun 2003 merupakan "batu pijakan" sebelum menyerang Iran. Dan setelah gagal membentuk pemerintahan boneka di Irak, Amerika kita menjadikan Syria sebagai "batu pijakan" untuk menghancurkan Iran.

Mansour menyebutkan bahwa para pemimpin pendukung teroris dari 40 negara telah menggelontorkan pasukan teroris dengan senjata canggih untuk menggulingkan pemerintah Syria, namun sejauh ini mengalami kegagalan. Hal ini sejalan dengan pengakuan sebelumnya oleh senator Amerika, Ron Paul, yang menyebutkan bahwa klaim pemerintah Amerika bahwa mereka hanya membantu pemberontak Syria dengan senjata-senjata tidak mematikan adalah omong kosong belaka.

Paul menyatakan bahwa terdapat bukti-bukti kuat yang mengindikasikan Amerika telah mengirimkan senjata untuk pemberontak Syria. Dalam wawancara dengan televisi Amerika CNN, Paul mengaku telah mendapatkan informasi dari mantan menlu Hillary Clinton bahwa seminggu sebelum serangan terhadap kantor kedubes Amerika di Libya yang menewaskan dubes Amerika, telah terjadi pengiriman senjata dengan menggunakan kapal dari Libya menuju Syria.

Menurut Paul, dubes Amerika di Libya, Christopher Stevens, tidak hanya mengawasi pengiriman namun juga turut merekrut para pemberontak. Paul mengkonfirmasi bahwa kelompok pemberontak terkuat adalah Jabhat al-Nusra yang memiliki hubungan dekat dengan al-Qaeda.


RENCANA INVASI AMERIKA

Sementara itu Amerika dikabarkan tengah mempersiapkan invasi darat atas Syria dengan kekuatan 20.000 tentara. Laporan yang ditulis Los Angeles Times hari Kamis (18/4) ini menyusul laporan sebelumnya yang menyebutkan departemen pertahanan Amerika segera akan menempatkan 200 tentara di perbatasan Jordania dengan Syria.

"Pentagon telah membuat rencana untuk meningkatkan kekuatan hingga 20 ribu pasukan, atau lebih jika diperlukan, termasuk menggelar pasukan-pasukan khusus untuk menemukan dan mengamankan gudang-gudang penyimpanan senjata kimia Syria, unit-unit pertahanan udara untuk mempertahankan wilayah udara Jordania, dan unit-unit militer konvensional yang bisa menerobos wilayah Syria jika diperlukan," tulis laporan tersebut.

Menurut laporan tersebut pengiriman pertama 200 tentara dari divisi pertama lapis baja ditugaskan untuk membangun "markas komando kecil" dan merencanakan operasi-operasi militer potensial. “Termasuk merencanakan pengembangan jumlah kekuatan yang cepat jika Amerika memutuskan melakukan invasi," tulis The Los Angeles Times mengutip pernyataan seorang pejabat militer Amerika yang "terpercaya".

Menurut laporan tersebut pengiriman pertama 200 tentara Amerika ke Jordania merupakan "pengakuan eksplisit atas kemungkinan campur tangan langsung secara militer terhadap Syria." Kontingen pertama ini direncanakan akan tiba di Jordania bulan ini hingga Mei mendatang.

Pengiriman kontingen pertama tentara Amerika ini dibenarkan oleh menhan Chuck Hagel dalam kesaksian yang diberikan di hadapan Komisi Militer Senat pada hari Rabu (17/4). Namun ia meyakinkan para anggota Senat bahwa Presiden Obama dan jajaran pemerintahannya sejauh ini masih khawatir dengan opsi campur tangan langsung terhadap Syria pada saat pasukan Amerika tengah menarik diri dari perang 12 tahun di Afghanistan. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan panglima AB Amerika Jendral Martin Dempsey di hadapan Komisi Militer Senat sebelumnya yang menyebutkan bahwa "mengirim tentara ke Syria bisa menimbulkan konsekuensi yang tidak diharapkan."

“Saya tidak melihat pengiriman pasukan ke Syria akan memberikan hasil yang kita inginkan, melainkan kemungkinan membuat situasi menjadi lebih buruk," kata Dempsey.

Menurut laporan tersebut Chuck Hagel dijadwalkan akan mengunjungi Timur Tengah minggu depan. Negara-negara tujuan adalah pendukung utama aksi anti-Syria, yaitu Israel, Saudi Arabia, Jordania, Uni Emirat Arab, dan Mesir. Kunjungan tersebut membawa misi pokok krisis Syria.



REF:
"US Promised to Prevent War in Syria If Damascus Broke Ties with Iran"; Fars News Agency; 16 April 2013
"US plans Syria invasion via Jordan with 20,000 soldiers"; Press TV; 18 April 2013

No comments: