Sunday 9 June 2013

Krisis Suriah: Sarang Laba-Laba Takfiri


ANDAI MAU berpikir sejenak, kita segera bisa menemukan kesamaan mengejutkan antara kaum takfiri di satu sisi dan, di sisi lain, zionis. Mereka setali tiga uang dalam pola pikir dan modus operandi teror. Ini menyedihkan, sebenarnya. Sebab sekuat apapun kita mencoba untuk memisahkannya, hanya ada tembok tebal yang menghadang. Begini: tiap kali dua kelompok ini berada di atas angin, maka mereka akan gembar-gembor menantang seluruh dunia, bernafsu menaklukkan siapa saja, meremehkan semua yang hendak melawannya dan sama-sama mendapat mandat dari Sang Pencipta langsung untuk berkuasa terhadap siapa saja. Ambisi yang demikian besar ini sesungguhnya lahir dari ketidakpercayaan yang sangat terhadap tujuan mereka sendiri dan juga lahir dari kekufuran yang mengerikan akan adanya kekuasaan Ilahi di balik pengaturan segala sesuatu. Nyaris kita tidak menemukan sedikit kerendahan hati pada mereka.

Namun demikian, menghadapi sedikit saja kekalahan atau perlawanan yang serius dari pihak yang berseberangan, mereka bakal mendadak sontak menjadi sekerdil-kerdilnya pengecut yang bisa dibayangkan manusia. Mereka akan melontarkan berbagai tuduhan kekejaman pada lawan, mencari simpati dengan segala cara, dan menginginkan semua dunia ikut menanggung getirnya kekalahan yang akan mereka derita.

Begitulah perilaku zionis Israel saat mereka menyerang basis Hizbullah di Lebanon Selatan dan Dahia tahun 2006 silam. Di hari-hari pertama, nafsu menghabisi Hizbullah begitu membuncah di dada Ehud Olmert dan pimpinan militer rezim zionis kala itu. Seruan dunia untuk menghentikan serangan tak mereka gubris. Mereka seolah mendapat mandat langsung dari langit ketujuh untuk memusnahkan musuhnya, tanpa kenal ampun sama sekali. Namun, memasuki pekan kedua dari perang yang berlangsung 33 hari itu, Israel mulai menemukan sebuah perlawanan sengit pejuang Hizbullah, maka keadaan mendadak berbalik. Wakil-wakil rezim Zionis ini kasak-kusuk melobi kemana-mana, menjaring simpati dan menggedor hati dunia untuk berbelas-kasih pada nasib mereka dan sama-sama mengecam aksi-aksi "teror" Hizbullah. Publik dunia terus mereka ingatkan pada derita Holocaust, kisah yang timbul-tenggelam tiap kali zionis berulah. Padahal, dalam kenyataannya, aksi-aksi Hizbullah saat itu hanya sebatas mempertahankan diri. Tidak lebih.

Seperti gerombolan hina yang terpukul oleh kegesitan perlawanan singa, mereka berteriak-teriak meminta perlindungan AS dan Dewan Keamanan PBB. Tak segan-segan rezim zionis ini menyuruh sekutu-sekutu Arabnya yang bersembunyi dan malu-malu kucing untuk keluar dari sarang dan membantu mereka dengan terang-terangan. Tak kurang dari PM Lebanon ketika itu, Fouad Seniora, keluar dari sarang dan menekan Hizbullah untuk meneken persetujuan untuk menghentikan peperangan dengan rezim Zionis. Menlu Saudi, Saud Al-Faisal, menyatakan bahwa Hizbullah telah bersikap avonturer. Dan sebagainya.

Belakangan ini perilaku yang sama terlihat jelas dari kelompok teroris takfiri di Suriah, khususnya yang bergerombol di Al-Qusair. Selama dua tahun mereka menguasai wilayah ini, ambisi menghabisi seluruh kelompok yang berbeda seperti tumpah-tumpah dari dada mereka. Tak henti-hentinya mereka mengancam-ancam, mengusir, membantai, dan menggagahi warga yang tinggal di wilayah tersebut. Ribuan orang tunggang langgang melarikan diri dari rumah-rumah mereka akibat prahara yang ditebar oleh kelompok takfiri yang bernaung di bawah Jabhat Al-Nusra tersebut. Yang tak kalah pentingnya ialah aksi kanibalisme Abu Saqar yang merupakan salah satu teroris yang selama dua tahun terakhir berkeliaran di Qusair.

Tidak hanya itu. Dari wilayah ini pula mereka mengancam warga Syiah di Lebanon dengan segala prahara dan siksa. Kemudian, puncaknya, dari wilayah yang berbatasan dengan Lebanon itu, mereka melontarkan beberapa roket ke arah rumah-rumah penduduk di Hermel dan Lembah Bekaa. Dengan gagah berani, pimpinan gerombolan ini tampil di potongan-potongan video, menyemburkan segala sumpah serapah dan ancaman terhadap Hizbullah dan pribadi Sayyid Hasan Nashrullah yang kata mereka berpihak kepada Bashar Assad.

Namun demikian, ketika genderang perang Tentara Arab Suriah ditabuh, dan mulailah fase pertama dari operasi perebutan kembali wilayah ini, suara kelompok takfiri dan para pendukung mereka di Istanbul dan Doha mendadak parau. Kegarangan dan kegaharan yang mereka tampilkan selama dua tahun itu berubah menjadi tebar pesona dan cari muka yang menjemukan. Para “rambo” itu sontak tampil bak drama queen, yang seolah-olah mengira bahwa perang akan selalu berarti kemenangan bagi mereka. Rengekan, rintihan, dan suara tangisan yang tak wajar terdengar nyaring di media massa pendukung mereka. Kecaman terhadap kekejaman Hizbullah dan rezim Assad bergaung tanpa henti. Ketakutan yang mereka balut dengan kegagahan palsu itu berujung pada permintaan bertubi-tubi dari negara-negara Barat penyokong mereka kepada rezim Bashar untuk membuka koridor kemanusiaan bagi yang terluka dari kelompok arogan ini.

George Sabra, ketua National Syrian Coalition, memperlihatkan sikap plin-plan itu dalam sepekan terakhir. Hari Jum'at tanggal 31 Mei silam dia tampil di televisi menyatakan bahwa Qusair akan menjadi kuburan bagi Tentara Suriah  dan pejuang Hizbullah. Hari Selasa tanggal 4 Juni, dia muncul lagi meminta belas-kasih Nabih Berri, ketua Parlemen Lebanon, untuk memberi kesempatan kepada gerombolan teroris yang terluka dapat berobat di Lebanon. Seruan bernada ancaman itu menunjukkan watak aneh yang sedang kita bicarakan di sini.

Ada apa dengan semua ini? Watak pengecut dan munafik seperti apa yang membaluti kepribadian kedua kelompok ini? Jawabannya sebenarnya sederhana. Inilah watak dari sekelompok manusia dengan ambisi tanpa batas tetapi kemampuan sangat terbatas. Tiap kali mereka dibiarkan merajalela, maka mereka akan menjadi kian bengis dan tak mengenal ampun. Tapi sekali saja mereka dilawan dengan serius, maka hal pertama yang akan mereka lakukan ialah berteriak-teriak kesakitan. Perilaku jagoan kampung yang memalukan sebenarnya. Tapi itulah karakter mereka. Watak sarang laba-laba yang dari jauh terlihat begitu kokoh dan rumit, tetapi dengan sedikit tiupan angin ikatan-ikatannya buyar beterbangan. [IT/MK]


Islam Times - 5 June 2013 19:15

No comments: