Sunday 23 June 2013

Legalitas Ahlusunnah, Perlukah?

Javad Mu'nis Atthas : Mungkin saja, kaum Syiah membutuhkan legalitas dari Sunnah sebagai mayoritas Islam dunia. Mungkin saja, kaum Syiah membutuhkan pengakuan dari Sunnah supaya hak-haknya terpenuhi. Tapi apakah Sunnah membutuhkan Syiah sehingga melegalkan kaum tersebut dan mengakuinya sebagai Islam? Kalau iya, berarti Syiah dan Sunnah saling membutuhkan, dan ini baik. Kalau tidak, berarti Sunnah berpikiran luas sehingga menerima perbedaan madzhab, dan ini juga baik.

Apa mungkin ulama-ulama besar antar madzhab, dengan luasnya pemikiran mereka, tertipu dengan kaum Syiah? Mereka hanya tidak memperlebar perbedaan, dan ini sangat baik.

Aisya Fadiya :
Salam Warahmah. Konteksnya mungkin lebih dari sekedar butuh tak butuh. Di Indonesia misalnya, dibebaskan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Menjadi non-muslim saja dibolehkan, tentu menjadi non- sunni juga boleh bukan? Ironisnya, ketika sang mayoritas berkuasa, yang minoritas terabaikan hak-haknya, termasuk hak untuk hidup dan ini sudah terbukti dari kasus Sampang.

Javad Mu'nis Atthas :
Alaykissalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Terima kasih telah menanggapi. Yang saya jabarkan di atas adalah demi menghapus sangkaan orang-orang yang masih memandang sinis. Mereka bilang Syiah ahli taqiyah. Menurut hemat saya sebagai Syiah, taqiyah adalah urusan hidup dan mati. Jika dalam keadaan aman, haram bertaqiyah. Sebagai konsekuensinya, dalam keadaan apapun, kaum Syiah wajib menjunjung tinggi persatuan Islam, dan haram menistakan kelompok lain. Tentunya berbeda pendapat adalah keniscayaan, dan sah saja jika saling menghormati.



Sebuah status yang lewat di newsfeed saya membuat saya merenung cukup lama.  Renungan itu, kini saya tulis, semoga bisa diambil pelajaran terutama untuk diri saya sendiri.

Perlukah legalitas dari Sunnah (sunni) bahwa Syiah adalah Islam?

Memprihatinkan memang, bagaimana sebuah mazhab yang lahir sebagai pecinta keluarga Nabi dari dulu hingga kini tidak terlepas ujian dan musibah yang ditimbulkan oleh umat Islam itu sendiri. Ketika kita menyatakan mencintai Nabi dan keluarganya, maka siap-siap dikafirkan, di sesatkan, di caci-maki, dihina bahkan dihalalkan darahnya juga hartanya.

Mungkin akan timbul pertanyaan, ‘Apakah mencintai Nabi dan keluarganya adalah dosa?’ “

Walaupun keimanan mutlak urusan antara hamba Allah denganNya, namun untuk membangun tatanan masyarakat Islam yang harmonis, legalitas itu perlu. Memang tidak semua umat dijamin akan menaati legalitas itu sendiri, namun diharapkan itu bisa meminimalisir kesenjangan antar golongan, terutama golongan minoritas.

Sayyid ‘Ali Khameini, Rahbar, beliau telah menerbitkan fatwa tentang haramnya mencaci-maki, menghina simbol-simbol ahlussunah. Namun tidak saya pungkiri bahwa fatwa tersebut pun banyak  diabaikan oleh syi’ah itu sendiri. Tapi bukankah fatwa itu bisa menjadi ‘alarm’ bagi saya dan mungkin teman-teman saya yang lain untuk lebih bisa menahan diri, sebagaimana yang dicontohkan oleh teladan kita para Imam as.

Begitu pula dengan fatwa dari ulama Ahlussunah. Saya yakin jika ulama-ulama Ahlussunah (dalam hal ini yang saya maksudkan adalah ulama Ahlussunah Indonesia) secara tegas dan bersatu padu mengeluarkan fatwa ‘Syiah adalah Islam’ dan membuka dialog sehat antara Ahlussunah dan Syi’ah, insya Allah banyak yang akan tercerahkan, walau tidak menutup kemungkinan banyak yang menolak. Sampai hari ini saya perhatikan bahwa  belum ada fatwa resmi (selain pernyataan pribadi) tokoh-tokoh Indonesia tentang diakuinya Syiah sebagai Islam. Bahkan MUI Jatim secara sepihak mengeluarkan fatwa sesatnya Syi’ah.

Mungkin dengan realita seperti ini, mau tidak mau, kita para pecinta Ahlul Bait as harus menjadi ‘teh’ yang hanya akan keluar warna indahnya setelah dicelupkan dalam air panas.

Allahuma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad wa ajjil farajahum


Keterangan:
Tulisan di atas dicopas dari blog "Aisyah Fadiya - De Ngaden Awak Bisa" - Sabtu, 8 Juni 2013
Tulisan lengkap Aisyah Fadiya bisa dilihat disini: http://renunganmalamhariyangpanas.blogspot.com/

2 comments:

malam said...

Wah terimakasih banyak Pak Adi telah repost tulisan saya, alamatnya saya ganti, untuk memudahkan teman-teman saya mengakses,
http://aisyah-fadiya.blogspot.com/

Oh ya Pak, bukunya sudah terbit?

cahyono adi said...

Sama-sama. Bukunya masih nunggu duitnya ngumpul dulu untuk dicetak.