Pada tahun 1917 tiga orang anak perempuan di kota kecil Fatima, Portugal, mengaku mengalami pengalaman spiritual yang luar biasa, yaitu bertemu dengan sosok menyerupai Maria sang Ibunda Yesus Kristus (Isa al Masih). Pertemuan tersebut terjadi beberapa kali dan pada pertemuan terakhir, ketiganya mengajak seluruh penduduk kota untuk membuktikan kalau pengakuan mereka bukan omong kosong. Bukan hanya penduduk Fatima, ribuan penduduk Portugal dari segala penjuru kota pun berdondong-bondong ingin membuktikan pengakuan tersebut. Dan pada saat itulah terjadi satu peristiwa supranatural yang hebat. Beberapa orang melihat matahari terbelah, sebagian lain melihat sinar matahari meredup dengan warna yang tidak pernah terlihat sebelumnya.
Namun yang lebih menarik adalah pesan yang disampaikan oleh "Maria" kepada ketiga bocah kecil itu. Ketiga bocah tersebut menuliskan pesan tersebut dalam 3 sampul surat yang baru boleh dibuka secara bertahap oleh Sri Paus sendiri. Ketiga surat tersebut berisi ramalan-ramalan peristiwa-peristiwa besar yang bakal terjadi di dunia secara umum dan umat kristenan secara khusus.
Pada surat kedua diramalkan tentang hancurnya kekuasaan gereja dan kekuatan umat kristen. Para pangamat teori konspirasi percaya ramalan ini telah terpenuhi dengan telah dikuasainya gereja Vatican oleh kekuatan penyembah setan dan hancurnya kekuatan politik umat kristen Eropa oleh kooptasi kekuasaan bankir yahudi penyembah setan. Namun yang menarik adalah ramalan ketiga yang menyebutkan munculnya kekuatan Rusia sebagai penyelamat dunia.
Saya juga teringat pada nubuwat yang diberikan oleh Nabi Muhammad s.a.w tentang kabar hari terakhir, yang meramalkan turunnya Nabi Isa al Masih (Yesus Kristus) membantu umat Islam yang pimpinan Imam Mahdi (keturunan ahlul bait) mengalahkan dajjal (anti-christ dalam terminologi kristen yang berarti juga seorang pemimpin paling jahat). Disebutkan bahwa pada akhirnya Nabi Isa berhasil membunuh dajjal dan dunia pun hidup dalam keamanan dan kedamaian.
Membaca kitab-kitab dan nubuwat-nubuwat kuno tidak bisa dilakukan dengan mengartikan ramalan-ramalan tersebut secara tersurat. Misalnya tentang ramalan kedatangan umat pilihan Tuhan pengganti kaum yahudi di dalam kitab Perjanjian Lama, disebutkan istilah "bangsa petani buah", yang ternyata adalah umat Islam yang berasal dari Madinah (Yastrib) yang memang terkenal sebagai kaum petani buah kurma. Sebagian orang yahudi sendiri percaya di Madinah-lah bakal turun seorang "Messiah" pemimpin bangsa pilihan Tuhan sehingga memilih berpindah ke kota ini setelah Yerussalem dihancurkan bangsa Romawi tahun 70 masehi. Demikian pula dengan nubuwat tentang Nabi Isa tersebut di atas, boleh jadi itu adalah bangsa Rusia yang mayoritas adalah penganut Kristen dan saat ini muncul sebagai penyelamat umat Islam di Syria yang tengah menghadapi serangan kekuatan jahat antek-antek dajjal.
Bukankah nubuat ini juga sesuai dengan ramalan tiga gadis dari kota Fatima? Apalagi jika kita kaitkan dengan sosok dajjal penguasa jahat dengan kaum zionis yahudi yang telah menebarkan kerusakan di seluruh dunia. Dan kau itu benar, bangsa Rusia memiliki alasan untuk itu.
Selama regim komunis Uni Sovyet berkuasa di Rusia antara tahun 1918 sampai 1989, mereka telah membunuh antara 20 hingga 60 juta penduduk kristen Rusia (angkanya bervariasi antara para peneliti, namun kisarannya tidak keluar dari angka tersebut). Dan di antara mereka yang tewas adalah keluarga raja Tzar Nicholas II yang dibunuh secara keji oleh orang-orang komunis pada tgl 17 July 1918.
Winston Churchill, politisi Inggris sebelum menjadi perdana menteri menulis sebuah artikel yang dipublikasikan "Illustrated Sunday Herald" tahun 1920 menyebutkan:
“Komunisme adalah sebuah konspirasi global untuk menghancurkan kebudayaan manusia …. Tidak perlu untuk melebih-lebihkan tentang orang-orang yang berperan dalam pembentukan gerakan komunisme Bolshevik dan peran mereka dalam merancang dan menjalankan Revolusi Komunis Rusia oleh yahudi internasional dan terutama yahudi atheis.”
Menurut Mark Weber sejarahwan dari Institute for Historical Review, menjelang dan saat Revolusi tahun 1917, orang-orang menguasai posisi puncak kekuasaan kaum komunis Bolshevik. Dari 12 anggota Central Comitee yang memutuskan melakukan kudeta Revolusi Oktober 1917, 6 di antaranya adalah Yahudi. Sedangkan tujuh anggota Politbiro yang bertugas melaksanakan aksi kudeta, empat di antaranya adalah Yahudi.
Fakta sebenarnya lebih mengagetkan lagi. Bila Churcill dan Weber tidak mengakui Lenin dan Stalin (dua orang pemimpin tertinggi Uni Sovyet pertama dan paling berpengaruh), sebagai yahudi, Frank Weltner, pendiri The Jew Watch Project yang merilis situs internet terkenal "jew-watch.com" mengungkapkan bahwa keduanya adalah yahudi. Menurut Weltner, Lenin yang lahir tahun 1870 adalah cucu buyut dari Moishe Itskovich Blank dan cucu dari Srul Moishevich Blank yang berdarah Yahudi. Untuk menyembunyikan identitas ke-yahudi-annya nenek Lenin mengubah nama Srul Moishevich menjadi nama Rusia, Alexander Dmitrievict, tak lupa membaptiskan diri sebagai penganut Kristen.
Adapun Stalin bernama asli Joseph David Djugashvili, nama yang sangat Yahudi dimana nama Djugashvili bermakna “sang Anak Yahudi”. Selama masa revolusi Stalin mengubah namanya penggilannya menjadi “Kochba” yang tidak lain adalah nama seorang pemimpin yahudi kuno. Orang Rusia asli tidak pernah mengubah namanya, kecuali Yahudi. Ke-yahudi-an Stalin semakin tinggi karena ia menikahi tiga orang wanita yang semuanya adalah Yahudi: Ekaterina Svanidze, Kadya Allevijah, dan Rosa Kaganovich. Yang terakhir adalah adik perempuan dari Lazar Kaganovich, kepala dinas polisi rahasia Cheka yang bertanggungjawab atas kematian jutaan orang-orang kristen Rusia dan Ukraina.
Seorang putri Stalin, Svetlana Stalin, pindah kewarganegaraan menjadi warga negara Amerika pada tahun 1967. Di sana ia kawin dengan Mihail, anak laki-laki Lazar Kaganovich. Selanjutnya Svetlana masih kawin lagi dengan tiga orang laki-laki yang dua di antaranya yahudi.
Wakil Stalin di Sovyet, Molotov (terkenal dengan bom bensin temuannya yang digunakan selama revolusi komunis), juga menikahi wanita yahudi yang merupakan adik dari Sam Karp, seorang pebisnis asal Connecticut, Amerika. Selain fakta beberapa kapitalis yahudi Amerika seperti Josept Schif yang menggelontorkan dana puluhan juta dolar kepada orang-orang komunis selama revolusi, semuanya itu menambah daftar hitam rekayasa yahudi dalam menciptakan komunisme guna menciptakan “Tata Dunia Baru” yang tak lain adalah tata dunia dimana Yahudi sebagai penguasa, menggantikan kekuasaan raja-raja Kristen-Eropa.
Mengenai pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh kaum komunis yahudi terhadap rakyat Rusia, cukup menjadi bukti adalah fakta-fakta yang diungkapkan oleh para sejarahwan Rusia sendiri. Dmitri Volkogonov, kepala sebuah komisi khusus Parlemen Rusia baru-baru ini mengungkapkan: "dari tahun 1929 hingga 1952 sebanyak 21,5 juta rakyat Soviet mengalami represi. Dari jumlah itu sekitar sepertiganya ditembak mati, sisanya menjalani hukuman penjara yang membunuh sebagian besar dari mereka."
Perlu dicatat angka tersebut belum termasuk jutaan orang yang tewas selama revolusi dan periode awal kekuasaan komunis antara tahun 1918 sampai 1928, termasuk 7 juta warga Ukraina yang tewas akibat bencana kelaparan yang dirancang secara sistematis setelah para jagal komunis kecapaian menembaki ribuan kepala orang, termasuk juga jutaan orang yang tewas selama masa pendeportasian para kulak (petani independen) dan terutama lagi selama perang sipil ketika orang-orang kristen Eropa memobilisasi diri membantu orang kristen Rusia untuk merebut kembali kekuasaan.
Di antara pembunuhan-pembunuhan itu pembunuhan Tsar Nicholas II dan keluarganya adalah yang paling terkenal karena menjadi momentum kehancuran kekaisaran Rusia yang telah berlangsung ratusan tahun sekaligus menjadi pintu bagi kejatuhan Eropa ke dalam kekuasaan yahudi.
Tsar Nicholas II dibunuh oleh kaum komunis pada malam hari tanggal 17 Juli 1918 di dalam sebuah istana tempat ia menjalani tahanan setelah digulingkan. Bersama dia turut meninggal secara keji adalah permaisuri, seorang putra remaja dan empat putri sang Tsar, ditambah dokter pribadi, para pengawal dan pembantu rumah tangga. Pembunuhan tersebut sangatlah keji mengingat Tsar adalah seorang raja dari dinasti Romanov yang telah berkuasa selama tiga abad lebih. Ia masih memiliki pertalian darah dengan raja-raja Eropa dan dikenal rakyatnya sebagai raja yang bijaksana.
Beberapa saat setelah pembunuhan Tsar, koran resmi regim komunis Rusia menulis: "Tanpa ampun kita akan membunuh musuh-musuh kita, ratusan bahkan ribuan. Biarkan mereka tenggelam dalam kubangan darah mereka sendiri. Demi darah Lenin dan Uritskii, biarkan terjadi banjir darah orang-orang borjuis, lebih banyak darah, sebanyak-banyaknya."
Sementara itu tokoh komunis Grigori Zinoviev dalam sebuah pidato di sebuah rapat partai komunis tahun 1918 mengatakan: "Kita harus membawa 90 juta dari 100 juta penduduk Rusia bersama kita. Adapun sisanya sejumlah 10 juta, mereka harus dihabisi!"
***
“Kemudian, bagaimanapun secara misterius sang Tzar tampil ke muka," tulis media Jerman Die Welt pada tgl 17 Juli 2008, mengomentari munculnya fenomena romantisme kekuasaan dinasti Romanov sebagaimana munculnya romantisme kekuasaan Orde Baru di Indonesia akhir-akhir ini.
Sebuah laporan yang ditulis oleh Archbishop Wikenti pada tgl 17 Juli 2008 menyebutkan sekitar 40.000 orang terlibat dalam prosesi untuk menghormati Tsar Nicholas II. Mereka berjalan kaki dari Yekaterinburg, daerah dimana Tsar dan keluarganya dibunuh, menuju satu daerah pertambangan yang telah ditinggalkan berjarak 18 km dimana jasad Tsar dan keluarganya dibuang. Pada saat yang bersamaan dengan jalannya prosesi tersebut ribuan buku kopi-an "The Protocols of the Elders of Zion", dokumen rahasia yang membongkar rencana jahat yahudi menguasai dunia, laris dibeli orang-orang. Di dalam buku-buku tersebut terselip pamplet bertuliskan "Mengapa Kita Membenci Mafiya Yahudi?“
Seorang pelajar berusia 20 tahun, Ivan Kolsev, berteriak-teriak kepada para peserta prosesi: "Demokrasi tidak lagi memiliki masa depan, kita harus kembali ke monarki!" Di tubuhnya terbelit banner bertuliskan: "Demi kehormatan Rusia: untuk Tzar dan Ibu Pertiwi!"
Tidak lama setelah Vladimir Putin terpilih sebagai presiden Rusia tahun 2000, Putin pun langsung berupaya meraih simpati publik dengan mengadakan pendekatan terhadap pemimpin-pemimpin agama, termasuk menghadiri upacara-upacara keagamaan. Keluarga Tsar Nicholas II pun mendapatkan pemulihan reputasi. Di sisi lain Putin mengadakan pembersihan terhadap para oligarch (pengusaha kotor keturunan yahudi). Sebagian dari mereka dipenjara, sebagian lainnya melarikan diri (termasuk Abramovich pemilik klub sepakbola Chalsea), dan yang tersisa dipaksa menandatangani pernyataan kesetiaan pada negara dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik.
Tak urung Presiden Venezuela (alm) Hugo Chavez mengekepresikan kekagumannya pada "kebangkitan Rusia Baru" dalam kunjungannya ke Moscow pada bulan Juli 2008: “Venezuela mencatat kelahiran baru bangsa Rusia dengan perhatian besar."
Sekolah-sekolah di Rusia kini dengan tegas mengajarkan bahwa orang-orang yahudi-lah yang telah membunuh Tsar Nicholas dan keluarganya, hal yang tidak mungkin terjadi di masa lalu. Mungkin karena itulah wikipedia kini "ikut-ikutan" mengakui yahudi sebagai pembunuh Tsar Nicholas II.
“On 4 July 1918, the Cheka took over guarding the Romanovs in Yekaterinburg. They were accompanied by Jakov Yurovski… Yurovski was a Jew,” tulis wikipedia.
“Hanya yahudi yang bisa melakukan kejahatan seperti itu," kata peserta prosesi penghormatan terhadap Tsar Nicholas II.
Pada awal Mei lalu Israel melancarkan serangan terhadap beberapa fasilitas militer Syria, melanggar hukum internasional secara vulgar namun dengan restu Amerika. Rusia menanggapinya dengan aksi yang tidak pernah dibayangkan oleh Israel dan Amerika: mengirim rudal-rudal canggih S-300 dan Yakhont ke Syria dan mengaktifkan kembali armada Laut Tengah yang telah mati selama belasan tahun paska runtuhnya Uni Sovyet. Alih-alih menjadikan Syria sebagai wilayah "no fly zone" sebagai langkah awal menghancurkan kekuatan regim Bashar al Assad, langkah Rusia tersebut secara efektif justu bisa membuat Israel sebagai wilayah "no fly zone" karena tidak ada satupun obyek udara yang terbang di udara Israel yang aman dari jangkauan rudal S-300.
Vladimir Putin sadar, jika Israel dibiarkan menyerang Syria tanpa hukuman, selanjutnya mereka akan menyerang Iran. Selain menunjukkan kelemahan Rusia, secara strategis hal itu menjadikan Rusia terisolasi yang berujung pada kehancuran kembali Rusia oleh orang-orang yahudi. Dan Putin tidak ingin hal itu terjadi lagi.
REF:
"We Are All Russians Now"; Dr Lasha Darkmoon; thetruthseeker.co.uk; 27 Mei 2013
"The Secrets of Fatima"; wikipedia
No comments:
Post a Comment