Breaking News: Tentara Lebanon hari ini berhasil menguasai benteng pertahanan Al Assir di kamp Ain al-Hilweh dan masjid Bilal bin Rabah. Sidon, membunuh belasan pengikut al Assir dan menangkap sekitar 60 lainnya. Namun keberadaan Al Assir belum diketahui.
***
Entah apa yang menjadi pertimbangan Ahmad Al-Assir, ulama wahabi-salafi garis keras di Lebanon, memerintahkan pendukung-pendukungnya hari Minggu (23/6), menyerang pos militer Lebanon di Abra, Sidon, hingga menyebabkan 15 personil militer tewas. Mungkin ia berharap, aksi-aksi kerusuhan yang dilakukannya akan membakar Lebanon sehingga menyibukkan Hizbollah dengan konflik internal dan mengendorkan dukungannya pada pemerintah Syria yang saat ini tengah berada di atas angin. Namun yang pasti, untuk sementara Al Assir harus berhadapan dengan militer Lebanon, dan hal itu bukan pilihan yang baik.
Menyusul serangan tersebut, militer melakukan tindakan keras untuk menangkap Al Assir dan menghancurkan kekuasan para pendukungnya. Dengan tank-tank, pada hari Senin (24/6) militer menerobos pertahanan pendukung Al Assir di masjid Bilal bin Rabah, Sidon, dimana Al Assir selama ini menjadi imamnya. Namun belum ada laporan apakah Al Assir berhasil ditangkap. Pertempuran juga merembet ke kamp Ain al-Hilweh yang menjadi pusat kegiatan pendukung Al Assir.
"Tentara tidak akan tinggal diam atas kerugian yang dialami secara militer dan politik dan akan melanjutkan misinya untuk menghancurkan upaya membuat kekacauan di Sidon dan wilayah-wilayah lain dan akan membalas dengan keras siapa saja yang berfikir bisa menumpahkan darah personil militer serta akan menindak siapa saja yang melindungi para pengacau itu secara politik atau yang memberikan dukungan media massa."
Demikian pernyataan yang dikeluarkan militer Lebanon tentang kerusuhan berdarah di Sidon. Meski tidak menyebutkan secara langsung, militer menuduh para politisi Lebanon dari blok oposisi, khususnya dari partai Gerakan Masa Depan (Al Muqtabal) yang dipimpin mantan perdana menteri Saad Hariri dan Fuad Siniora, yang selama ini menjadi pelindung politik Al Assir.
Al Muqtabal dan Al Assir merupakan pendukung kuat para pemberontak Syria. Mereka mengorganisir milisi-milisi bersenjata dan menyelundupkan senjata dan perlengkapan untuk pemberontak di Syria. Al Assir bahkan dikabarkan terlibat langsung dalam pertempuran di Al Qusayr, Syria. Namun keterlibatan Hizbollah membantu pasukan pemerintah Syria mengacaukan misi mereka turut menumbangkan regim Syria dan menggantinya dengan pemerintahan baru yang tidak anti-Israel dan Amerika sebagaimana Presiden Bashar al Assad. Sementara militer Lebanon, yang dengan gigih menjalankan tugasnya menjaga perbatasan dan mencegah penyusupan pemberontak Syria dari perbatasan Lebanon, dianggap turut mengacaukan misi mereka. Dan ketika para pemberontak Syria terdesak, Al Assir pun menjadi mata gelap.
Dalam upayanya membela diri atas apa yang telah dilakukannya, Al Assir, melalui video yang di-"upload" ke "youtube!" hari Minggu (23/6), menyebut bahwa militer telah dikuasi oleh orang-orang Iran dan Shiah. Tentu saja tuduhan itu sangat menggelikan. Secara "de facto" militer justru dikuasai oleh etnis Kristen, atau setidaknya kesan tersebut tidak bisa diabaikan. Seperti sudah menjadi konvensi atau kebiasaan yang menjadi hukum formal, seorang panglima militer Lebanon selalu dijabat oleh seorang Jendral Kristen.
Di tengah-tengah masyarakat yang terpecah-belah oleh perbedaan agama dan mazhab, militer merupakan satu-satunya simbol pemersatu bangsa Lebanon. Dengan menyerang tentara, Al Assir dan pendukung-pendukungnya telah menyerang seluruh bangsa Lebanon, dan seluruh rakyat akan membela tentara. Maka apa yang dilakukan Al Assir dan para pendukungnya adalah "bunuh diri" baik secara militer apalagi secara politik.
Militer telah memperingatkan para politisi untuk memilih: "berdiri di samping Tentara Lebanon untuk melindungi rakyat, atau berdiri di samping para provokator dan pembunuh."
Sementara itu Presiden Michel Suleiman usai mengadakan rapat dengan para pejabat keamanan Lebanon hari Senin (24/6), menyatakan bahwa tentara memiliki kebebasan untuk menindak para agresor dan menghentikan kerusuhan seraya menyebutkan bahwa seruan "jihad" terhadap tentara hanya dilakukan oleh musuh-musuh Lebanon yang tidak akan didengar oleh seluruh rakyat Lebanon.
Sumber: almanar.com.lb; 24 Juni 2013
No comments:
Post a Comment