"Israel kini berhadapan dengan kenyataan baru: kekuatan Hizbollah yang mengalir dari Lebanon menuju Dataran Golan dan perbatasan Syria.... untuk pertama kali berhadapan muka dengan unit-unit Hizbollah yang dilengkapi dengan senjata persenjataan berat dan rudal-rudal..."
Demikian tulis media Israel Debka baru-baru ini menyusul kemenangan milisi Hizbollah dan tentara Syria dalam pertempuran di al Qusayr. Debka dengan tepat menggambarkan kekhawatiran yang kini dihadapi oleh Israel, yaitu kembali bertempur melawan kelompok yang telah berkali-kali mengalahkan mereka dan yang paling ditakuti mereka, yaitu Hizbollah.
Tentang konflik yang kini terjadi di di Syria, Debka bahkan memastikan telah berakhir setelah jatuhnya al Qusayr dan hancurnya kekuatan pemberontak di sekitar Damaskus. Dan kini pemberontak hanya bisa menunggu kejatuhan kekuatan besar mereka di Aleppo saat milisi-milisi Hizbollah dan tentara Syria memperkuat kekuatan mereka untuk pertempuran terakhir.
"Perang Damaskus telah berakhir setelah tentara Syria menguasai kota tersebut melalui kemenangan gemilang. Sementara pemberontak hanya bisa melakukan tembakan-tembakan sporadis tanpa bisa melakukan serangan, atau sekedar memberikan ancaman bagi kota tersebut, bandara internasionalnya, atau pangkalan udara besar di dekat kota. Setelah berbulan-bulan berada dalam kepungan pemberontak, pesawat-pesawat Rusia dan Iran kini leluasa mendarat di Bandara Damaskus mengirimkan bantuannya untuk menjaga kekuatan tempur tentara Syria," tulis Debka.
Debka menekankan bahwa Israel kini harus menghadapi "ancaman" baru, yaitu Dataran Golan.
"Adalah tepat untuk menyimpulkan bahwa alih-alih menjadi lemah, Hizbollah kini memberikan ancaman baru berupa fron perang yang harus dihadapi Israel yaitu di Dataran Golan," tulis Debka.
Apa yang baru-baru ini dikatakan oleh pemimpin Hizbollah dan Iran tentang pembebasan Dataran Golan, wilayah Arab Syria yang dicaplok Israel tahun 1967, kini menghantui rakyat dan para pemimpin Israel.
KETEGANGAN DI GOLAN
Setelah kejatuhan al Qusayr ke tangan pemerintah hari Rabu (5/6), sebagian pemberontak melarikan diri ke Dataran Golan yang diduduki Isreal untuk mendapatkan pertolongan. Hal inilah yang memicu ketegangan baru di Dataran Golan setelah pasukan Syria menyerang pemberontak di Golan dan memaksa pemerintah Austria mengumumkan penarikan kontingen pasukan penjaga perdamaian mereka dari Golan. Pemerintah Filipina pun mengumumkan akan mempertimbangkan kembali keberadaan pasukannya di Golan setelah seorang prajuritnya tewas dalam pertempuran hebat yang terjadi hari Kamis (6/6).
Pertempuran terjadi setelah pemberontak menyerang dan merebut pos penjagaan Syria di perbatasan Golan, namun direbut kembali oleh tentara Syria beberapa jam kemudian.
Sembari mengecam keputusan Austria, Israel pun meningkatkan kewaspadaan militernya di Golan dan menambah kekuatan tank dan tentaranya di sana.
Jubir militer Israel Kapten Arye Shalicar mengatakan kepada kantor berita Perancis AFP hari Kamis (6/5) bahwa militer Israel menaruh perhatian serius dengan perkembangan di Golan.
"Kami harus selalu siap menghadapi semua perkembangan. Kami berharap tidak ada rembesan konflik Syria ke wilayah Israel," kata Shalicar. "Ini adalah situasi yang mengkhawatirkan karena di satu sisi ada para jihadis dan di sisi lainnya ada pasukan pemerintah bersama Hizbollah," tambahnya.
Setelah menarik diri dari Qusayr, pemberontak berusaha menguasai pos perbatasan Quneitra, satu-satunya pos perbatasan antara Syria dengan Golan yang menjadi pintu perlintasan penduduk Golan yang hendak bekerja atau sekolah di wilayah Syria. Pemberontak bermaksud menjadikan pos tersebut sebagai pos penyelundupan senjata dan perbekalan sekaligus membatasi pergerakan penduduk Golan. Namun upaya pemberontak tersebut dengan cepat digagalkan pasukan Syria dan Hizbollah yang kembali menguasai pos tersebut.
PENDUDUK GOLAN ANTUSIAS SAMBUT PERANG
Selama sebulan terakhir Salah Abu Saleh, penduduk Dataran Golan yang bekerja sebagai penjaga toko, melakukan perbincangan yang sama dari waktu ke waktu dengan orang-orang di sekelilingnya: kapan perang antara Israel dan Syria di Golan dimulai dan makanan apa yang sebaiknya dijadikan persediaan jika perang berlangsung berbulan-bulan?
“Orang-orang datang dan mereka membeli daging, sayuran kaleng, kamu tahu, kebutuhan-kebutuhan pokok. Mereka berfikir tentang apa yang akan mereka berikan pada keluarganya jika perang antara Israel dan Syria berlangsung selama berbulan-bulan," katanya di depan toko kecil miliknya di tengah kota kecil Majdal Shams, Dataran Golan.
“Kami ingin bertindak praktis. Namun bahkan dalam peperangan kami tetap ingin makan sesuatu yang kami sukai," tambahnya.
Di kota padat penduduk dekat perbatasan dengan Syria itu sebagian besar penduduknya sangat percaya bahwa peperangan hanya tinggal menunggu waktu. Penduduk dengan jelas bisa menyaksikan pergerakan militer tentara dan tank-tank Israel maupun Syria di kejauhan. Penduduk pun telah membersihkan gudang-gudang bawah tanah untuk perlindungan serta mengadakan latihan-latihan penyelamatan diri.
“Anda yang tidak pernah menyaksikan peperangan sebanyak kami tidak akan mengetahui bagaimana mengantisipasi saat bom meledak di halaman rumah. Tanyakan pada semua penduduk di sini dan mereka akan mengatakan kepada Anda bahwa jika Anda meletakkan telinga di tanah, Anda akan mendengar peperangan tengah mendatangi," kata Maryam al Din, wanita 78 tahun penduduk Majdal Shams.
Menyusul beredarnya kabar tentang pengiriman senjata canggih S-300 Rusia ke Syria, para pejabat Israel mengingatkan bahwa senjata-senjata itu menjadi "garis merah" bagi Israel dan Israel "tahu apa yang harus dilakukan". Namun ancaman tersebut justru dibalas oleh Presiden Syria Bashar Assad dengan ancaman balik untuk "membuka front perang di Dataran Golan".
"Ada tekanan rakyat yang sangat jelas..... dan antusiasme Arab atas konflik itu (perang pembebasan Golan)," kata Assad dalam wawancara dengan "Almanar TV" minggu lalu.
Menurut penduduk Majdal Shams, saat perang terjadi mereka akan berpihak pada Syria sebagai pemilik sah Dataran Golan.
"Kami berada dalam situasi yang sangat komplikatif, terjebak antara 2 negara kuat. Namun bagi kami sederhana saja, kami penduduk Syria dan tanah ini harus menjadi milik Syria," kata Fakher Safdi, penduduk Majdal Shams yang lain.
Dataran tinggi Golan bersama kota kecil Majdal Shams jatuh ke tangan Isreal dalam Perang 6 Hari Tahun 1967. Kota berpenduduk 23 ribu jiwa ini dihuni mayoritas oleh warga etnis Druze, pengikut keyakinan yang merupakan campuran antara Islam dengan Kristen, yang juga banyak terdapat di Lebanon dan Israel selain Syria. Meski para pengikut Druze di Israel telah melakukan asimilasi dengan orang-orang yahudi Israel, penduduk Druze di Golan tetap menganggap mereka sebagai penduduk Syria.
"Kami sudah lama merindukan untuk kembali bersatu dengan keluara kami di Syria," kata Dr. Taisser Maray yang bekerja di klinik setempat. "Kami merasa sebagai bagian dari Syria dan merasa terluka dengan apa yang terjadi di Syria," tambahnya.
REF:
"Syria – Israel is Losing the Battle"; Gilad Atzmon; gilad.co.uk; 7 Juni 2013
"Zionist Entity Wary of Security in Syria’s Golan"; almanar.com.lb; 7 Juni 2013
"In Golan Heights, Druze villagers are preparing for war"; Sheera Frenkel—McClatchy; thetruthseeker.co.uk; 5 Juni 2013
No comments:
Post a Comment